Kerugian Negara Atas Kasus PT Timah Tembus Rp 300 Triliun

Kejagung menahan tiga tersangka kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP di PT Timah Tbk Tahun 2015-2022. -Foto: ist/Sumeks.-

JAKARTA, HARIAN OKU SELATAN - Secara merathon, Kejaksaan Agung (Kejagung) terus melakukan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Tambang (IUP) PT Timah. Dan, hari hasil audit BPKP kerugian keuangan negara menembus Rp300 triliun

Hal itu diungkapkan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin kepada awak media. Diakuinya, angka tersebut sangat besar. Dari perkiraan awal, kenaikannya cukup signifikan. ”Hasil penghitungannya lumayan fantastis, yang semula kami perkirakan Rp271 triliun mencapai sekitar Rp300 triliun,” kata Burhanuddin kemarin (29/5).

Hasil audit BPKP sangat rinci yang mencakup beberapa aspek terkait dengan perkara yang tengah ditangani oleh Kejagung. Mulai kerugian ekologis, kerugian ekonomis, serta kerugian untuk rehabilitasi lingkungan. Tidak sendirian, BPKP melibatkan ahli dalam audit yang mereka lakukan.

Total ada enam ahli yang terlibat. Hasil audit bermuara pada kerugian keuangan negara atas tindakan curang yang dilakukan oleh para tersangka. ”Seperti yang disampaikan oleh Pak Jaksa Agung, total kerugian keuangan negara adalah sekitar Rp 300,003 triliun,” ungkap Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh.

Deputi Bidang Investigasi BPKP Agustina Arumsari menyampaikan bahwa kerugian keuangan negara yang mencapai Rp 300 triliun itu terbagi atas tiga kelompok.

BACA JUGA:Kemenkes Beri lampu Hijau Dokter dan Tenaga Medis Asing

Pertama kemahalan harga sewa smelter oleh PT Timah Rp 2,285 triliun; kedua pembayaran biji timah ilegal oleh PT Timah kepada mitra tambang PT Timah Rp 26,649 triliun; dan ketiga kerugian keuangan negara akibat kerusakan lingkungan Rp 271,069 triliun.

Angka sebesar itu masuk kerugian keuangan negara lantaran keseluruhannya mencakup sumber daya alam dan lingkungan. ”Kerusakan yang ditimbulkan oleh tambang ilegal merupakan residu yang menurunkan nilai aset lingkungan secara keseluruhan,” terang Sari.

Karena itu, BPKP maupun Kejagung tidak mengkategorikan ratusan triliun tersebut sebagai kerugian perekonomian negara, mereka menegaskan bahwa semua itu kerugian keuangan negara.

Di tempat yang sama, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejagung Febrie Adriansyah menegaskan bahwa kerugian keuangan negara Rp 300 triliun itu merupakan real loss. Sehingga tidak perlu lagi diperdebatkan angka tersebut sebagai potensial loss atau real loss. ”Jaksa yakin bahwa ini adalah kerugian real yang harus nanti jaksa tuntut sebagai kerugian negara,” kata Febrie.

Tentu saja kerugian negara tersebut harus dipulihkan. Untuk itu, penyidik JAM Pidsus Kejagung memproses dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus tersebut.

Bukan hanya Helena Lim dan Harvey Moeis, saat ini sudah ada enam tersangka TPPU. Keterangan itu disampaikan secara langsung oleh Direktur Penyidikan (Dirdik) JAM Pidsus Kejagung Kuntadi. ”Untuk TPPU telah ditetapkan enam tersangka,” imbuhnya.

Selain Helena Lim dan Harvey Moeis, empat tersangka TPPU lainnya adalah Robert Indarto, Sugito Gunawan, Tamron alias Aon, dan Suparta. Empat orang itu termasuk dalam deretan tersangka pada kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Tambang (IUP) PT Timah.

Pada kesempatan yang sama, Kuntadi juga menyampaikan bahwa kini jumlah tersangka dalam kasus tersebut sudah mencapai 22 orang.

Satu tersangka yang baru ditetapkan oleh penyidik JAM Pidsus Kejagung adalah eks Direktur Jenderal (Dirjen) Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono. ”Ditetapkan sebagai tersangka dalam kapasitasnya sebagai dirjen minerba Kementerian ESDM,” imbuhnya.

BACA JUGA:8 Wakil Indonesia Melaju Babak 16 Besar Singapore Open 2024

Kejagung memastikan bahwa penanganan kasus tersebut bakal dituntaskan. Bahkan, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin sudah memerintahkan agar berkas perkara segera dilimpahkan.

Saat ini progres pemberkasan yang dilakukan oleh tim di JAM Pidsus Kejagung sudah mencapai 90 persen. Berkenaan dengan penguntitan dan pelaporan JAM Pidsus Kejagung Febrie Adriansyah, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana menyampaikan bahwa pihaknya sudah mengambil langkah sesuai aturan dan ketentuan.

”Itu rangkaian semuanya yang sudah dilaporkan kepada pimpinan, pimpinan sudah menyelesaikannya dengan baik,” kata dia.

Ketut menyatakan, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin sudah bertemu untuk meredakan kegaduhan yang sempat muncul. Personel Polri yang menguntit JAM Pidsus juga sudah diserahkan kepada Polri.

”Tentunya kita di sini harus dengan kepala dingin menyelesaikan perkara ini agar lembaga dan negara yang besar ini tidak terganggu dengan hal-hal yang seperti itu,” bebernya.

Soal laporan yang dilayangkan oleh Indonesia Police Watch (IPW) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ketut mengungkapkan, JAM Pidsus tidak pernah melakukan lelang. Sebab, proses lelang diserahkan kepada Pusat Pemulihan Aset (PPA).

”Jadi, tidak ada pelaksanaan lelang oleh Pak JAM Pidsus,” ujarnya. Karena itu, pihaknya menilai laporan  tersebut keliru. Meski begitu, Kejagung menghaturkan terima kasih kepada pelapor. ”Menjadi bahan koreksi bagi kami,” tambah dia. (seg)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan