Defisit BPJS Kesehatan Rp20 Triliun, Kenaikan Iuran Jadi Solusi?
Tanggapan praktisi klinis soal wacana kenaikan oiran BPJS Kesehatan. Foto: Anisha Amalia Zahro.Tanggapan praktisi klinis soal wacana kenaikan oiran BPJS Kesehatan. Foto: Anisha Amalia Zahro.Tanggapan praktisi klinis soal wacana kenaikan oiran BPJS Kesehat-Foto: Anisha Amalia Zahro.-
JAKARTA, HARIANOKUSELATAN.ID - Isu kenaikan iuran BPJS Kesehatan kembali mencuat menyusul laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebutkan defisit BPJS Kesehatan mencapai Rp20 triliun. Penyesuaian tarif iuran ini juga dikaitkan dengan rencana penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang akan berlaku pada Juli 2025 sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, menyatakan dukungannya terhadap wacana kenaikan tarif iuran. Menurutnya, kenaikan ini merupakan langkah yang realistis dan berbasis kajian keilmuan di bidang ekonomi kesehatan.
"Kalau memang itu harus naik, ya kenapa tidak? Yang penting adalah kualitas pelayanan tidak berkurang, dan kemampuan masyarakat untuk mengakses layanan kesehatan tetap diperhatikan," ujar Ari saat ditemui di Jakarta, Sabtu (16/11/2024).
BACA JUGA:UPT SMPN-01 Simpang Ajak Siswa Jalan Sehat
BACA JUGA:Wabup OKUS Minta Muhammadiyah Berperan Dalam Mendidik Generasi
Keseimbangan antara Kualitas dan Subsidi
Ari menegaskan pentingnya menjaga kualitas layanan kesehatan meskipun ada defisit anggaran. Ia juga menyarankan agar pemerintah tetap memberikan subsidi bagi masyarakat yang kurang mampu. "Yang penting, subsidi tetap ada untuk kelompok masyarakat yang membutuhkan, sehingga tidak ada yang tertinggal dalam mengakses layanan kesehatan," tambahnya.
Ketua Yayasan Pengembangan Medis Indonesia (Yapmedi), Prof. dr. Muchtaruddin Mansyur, MS, SpOK, PhD, menyampaikan bahwa kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025 seharusnya dapat dialokasikan untuk memperbaiki layanan BPJS Kesehatan tanpa harus membebani masyarakat.
"Dengan kenaikan PPN, mestinya ada dana tambahan yang dialokasikan ke sektor kesehatan. Ini memungkinkan peningkatan layanan tanpa mengurangi kualitas atau membebani masyarakat secara berlebihan," ujar Muchtaruddin.
BACA JUGA:3 Tersangka Baru Kasus Judi Online Ditangkap, Kelola Ribuan Situs Agar Tak Diblokir
BACA JUGA:BPBD OKU Selatan Lakukan Asistensi Kajian Bencana
Peningkatan Upaya Promotif dan Preventif
Selain menaikkan tarif iuran, Muchtaruddin menekankan pentingnya memperkuat upaya promotif dan preventif untuk menekan kebutuhan pelayanan kesehatan kuratif. "Promotif preventif harus digalakkan agar kebutuhan pelayanan medis yang berat bisa diminimalkan," tutupnya.
Tantangan ke Depan
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan di satu sisi diperlukan untuk menutup defisit dan meningkatkan layanan, tetapi di sisi lain perlu diimbangi dengan kebijakan yang melindungi kelompok rentan. Pemerintah diharapkan dapat mencari jalan tengah agar tujuan meningkatkan layanan kesehatan tercapai tanpa memperberat beban masyarakat.