Jaksa Bakal Hadirkan 23 Saksi Kasus Korupsi Jual Aset
Eksepsi Ditolak, Jaksa Bakal Hadirkan 23 Saksi Kasus Korupsi Jual Aset Yayasan Batanghari Sembilan Yogyakarta. - Foto: Istimewa.-
PALEMBANG, HARIAN OKU SELATAN - Majelis hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Palembang tolak sanggahan (eksepsi) Derita Kurniati, terdakwa Korupsi jual aset yayasan Batanghari Sembilan Yogyakarta hingga perintahkan jaksa untuk melanjutkan pemeriksaan perkara.
Terdakwa Derita Kurniati oknum Notaris merupakan satu dari empat terdakwa yang sebelumnya mengajukan eksepsi atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumsel.
Majelis hakim Tipikor Palembang menilai eksepsi terdakwa Derita Kurniati tidak cukup beralasan untuk dikabulkan, karena menyangkut materi pokok perkara yang harus dibuktikan di persidangan.
"Mengadili menolak seluruh eksepsi yang diajukan oleh terdakwa Derita Kurniati, dan memerintahkan jaksa penuntut umum untuk melanjutkan sidang pembuktian perkara," tegas hakim ketua Efiyanto SH MH bacakan amar putusan sela.
Untuk itu, JPU Kejati Sumsel Sarpin SH MH dikonfirmasi Selasa 16 Juli 2024 berencana bakal menghadirkan total 23 nama sebagai saksi dalam sidang pemeriksaan perkara yang digelar pada Senin pekan depan.
"Ada kurang lebih 23 total saksi yang bakal dihadirkan, yang mana sebagiannya itu terdiri dari saksi dari Yogyakarta dan Palembang," sebutnya.
Namun, lanjutnya akan berkoordinasi dengan tim JPU lainnya yang mana dulu yang bakal dihadirkan untuk memberikan keterangan sebagai saksi nantinya.
Menurutnya, ke 23 nama yang bakal dipanggil sebagai saksi sidang korupsi penjualan aset yayasan Batanghari Sembilan tidak seluruhnya dihadirkan sekaligus dipersidangan.
"Nanti bertahap sesuai dengan kebutuhan pemeriksaan dan pembuktian perkara di persidangan," sebutnya.
Sementara itu, sebelumnya tim penasihat hukum usai ditolaknya eksepsi meminta agar pihak jaksa menghadirkan terlebih dahulu saksi-saksi dari Yogyakarta.
"Mengingat, saksi-saksi dalam perkara ini jauh serta sebagian besar dari Yogyakarta maka kami meminta untuk dihadirkan terlebih dahulu," sebut Napoleon salah satu tim kuasa hukum Derita Kurniati.
Diketahui dalam sidang sebelumnya empat terdakwa dalam perkara tersebut, yakni Zurike Takarada, Ngesti Widodo (Pegawai BPN Yogyakarta), Derita Kurniawati (notaris) dan Eti Mulyati (notaris), didakwa Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumsel dan JPU Kejari Palembang telah merugikan negara Rp 10,6 miliar atau Rp 10.628.905.000.
Dakwaan keempat terdakwa dibacakan Tim Jaksa Penuntut Umum dalam sidang di Pengadilan Tipikor Palembang Kelas 1 A Khusus yang diketuai Majelis Hakim Efiyanto SH MH.
Rincinya, keempat terdakwa melakukan pengalihan hak atas set dari Yayasan Batanghari Sembilan kepada Yayasan Batanghari Sembilan Sumsel.
Selain itu, keempatnya juga diduga secara bersama-sama menjual asset Yayasan Batanghari Sembilan berupa tanah dan bangunan asrama mahasiswa Sumsel "Pondok Mesudji".
Masih didalam dakwaan JPU, bahwa perbuatan para terdakwa telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, sehingga mengakibatkan kerugian negara.
Singkatnya, modus perkara yang dilakukan oleh para tersangka, yaitu Eti Mulyati dan Derita Kurniati selalu notaris diduga telah membuat perikatan jual beli dengan tersangka Zurike Takarada sebagai kuasa Yayasan Batanghari Sembilan Sumatera Selatan.
Yang mana dalam hal ini merugikan keuangan negara pada pemerintahan provinsi sumsel sebesar Rp10,6 miliar lebih atau tepatnya Rp.10.628.905.000,00,-.
Masih dalam dakwaan JPU, pada perkara ini perbuatan terdakwa Zurike Takarada dan Ngesti Widodo didakwa melanggar Primair Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) KUHPidana
Atau subsidair Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) KUHPidana.
Kemudian untuk terdakwa Derita Kurniawati dan Eti Mulyati didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 56 Ke-2 KUHPidana.
Atau Subsidiair Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 56 Ke-2 KUHPidana.
Penyidikan perkara ini bermula, adanya sengketa tanah dan bangunan asrama terletak di Jalan Puntadewa nomor 9 Wirobrojan Jogjakarta yang telah terjadi sejak tahun 2015.
Sebagaimana dilansir dari akun media sosial @pondok_mesudji, membeberkan sesuai dengan namanya asrama Pondok Mesudji ini telah dibangun pada tahun 1952 silam.
Dibangunnya asrama Pondok Mesudji bertujuan sebagai rumah singgah sementara bagi mahasiswa asal Sumsel yang sedang menuntut ilmu di beberapa universitas di Jogjakarta.
Diketahui juga, sejak pendirian bangunan asrama Pondok Mesudji ini sendiri adalah dibawah naungan Yayasan Pendidikan Batanghari Sembilan.
Akan tetapi, seiring berjalannya waktu tepatnya pada sekira tahun 2015 silam, diduga oknum mafia tanah telah memalsukan dokumen yayasan serta sertifikat.
Hingga pada akhirnya, dugaan pembuatan dokumen dan sertifikat palsu tersebut berujung penjualan aset tanah serta bangunan asrama mahasiswa Sumsel.
Berbagai upaya hukum pun dilakukan, dan terjadi saling klaim antara pihak pengurus Yayasan dengan pihak-pihak lain terhadap status kepemilikan tanah dan bangunan asrama Pondok Mesudji. (*)