Skandal Kuota Haji Rp1 Triliun, KPK Segera Umumkan Tersangka

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera menetapkan dan mengumumkan tersangka kasus dugaan korupsi kuota haji tambahan tahun 2023-2024 dalam waktu dekat. -Foto: Ayu Novita.-
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan dalam waktu dekat akan menetapkan sekaligus mengumumkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi kuota haji tambahan tahun 2023–2024.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyampaikan kepastian tersebut di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (10/09/2025) malam.
“Kapan diumumkan tersangkanya? Segera, dalam waktu dekat. Publik diminta bersabar dan terus mengawasi kerja-kerja KPK,” ujarnya.
BACA JUGA:Strategi Menkeu Purbaya: Rp200 Triliun ke Perbankan, Ekonomi Siap Ngebut 7 Persen
BACA JUGA:Indonesia Cetak Rekor, 4 Pembalap Sekaligus Tampil di GP Misano 2025
Pemeriksaan Saksi hingga Penyitaan Aset
Sejumlah tokoh telah dipanggil dan diperiksa, di antaranya mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah Kemenag Hilman Latief, serta sejumlah pimpinan organisasi dan pemilik agen travel haji.
KPK juga menyita dua rumah mewah di Jakarta Selatan senilai Rp6,5 miliar yang diduga berkaitan dengan praktik korupsi tersebut. Rumah itu dibeli tunai oleh salah seorang ASN di Ditjen Penyelenggara Haji dan Umrah Kemenag.
Sebelumnya, KPK juga telah melarang bepergian ke luar negeri terhadap Yaqut, staf khususnya Ishfah Abidal Aziz, dan pemilik Maktour Travel, Fuad Hasan Masyhur.
BACA JUGA:Kalahkan Denmark 4-2, Timnas Futsal Indonesia Juara CFA International 2025
BACA JUGA:Majelis Hakim Tolak Eksepsi Brisvo, Kuasa Hukum Siapkan Bukti Aliran Dana
Penyimpangan Pembagian Kuota Tambahan
Tambahan 20.000 kuota haji yang diberikan Arab Saudi pada 2023 seharusnya dibagi berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, yakni 92 persen untuk jamaah reguler (18.400 orang) dan 8 persen untuk jamaah khusus (1.600 orang).
Namun, KPK menemukan fakta bahwa kuota justru dibagi rata, masing-masing 10.000 untuk reguler dan 10.000 untuk khusus. Asep Guntur menegaskan, pembagian 50:50 tersebut jelas melanggar aturan yang berlaku.
“Harusnya 92 persen untuk reguler dan 8 persen untuk khusus. Tapi kenyataannya malah jadi 50 persen banding 50 persen. Itu bentuk perbuatan melawan hukum,” ungkap Asep.