Demonstran Desak PM Thailand Mundur Usai Skandal Perbatasan
Bangkok: Sekitar 1.000 demonstran berkumpul di Monumen Kemenangan, Bangkok, Sabtu (2/8/2025). Mereka menuntut pengunduran diri segera Perdana Menteri Thailand yang saat ini ditangguhkan, Paetongtarn Shinawatra, dilansir dari Anadolu.
Aksi ini dipicu oleh meningkatnya ketegangan di perbatasan Thailand-Kamboja. Selain itu, juga dipicu kebocoran rekaman percakapan telepon antara Paetongtarn dan mantan Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen.
Dalam rekaman yang beredar, Paetongtarn terdengar menyebut Hun Sen sebagai “paman” dan mengkritik seorang komandan militer Thailand. Komentar tersebut menuai kecaman publik dan dianggap sebagai bentuk pelanggaran etika serta kompromi terhadap keamanan nasional.
Hal tersebut kemudian memicu diajukannya petisi ke Mahkamah Konstitusi untuk mencopotnya dari jabatan perdana menteri. Mahkamah Konstitusi telah menangguhkan jabatan Paetongtarn sementara proses peninjauan berlangsung.
Putusan akhir diperkirakan akan dikeluarkan dalam beberapa minggu ke depan. Namun, para demonstran mendesak agar Paetongtarn segera mundur tanpa menunggu keputusan resmi dari pengadilan.
Mereka juga menuntut partai-partai dalam koalisi untuk menarik dukungan dari pemerintahan yang saat ini dipimpin oleh Partai Pheu Thai. Salah satu pemimpin protes, Pichit Chaimongkol, menuding Paetongtarn telah membahayakan kepentingan nasional Thailand.
Ia menyatakan, rakyat tidak bisa lagi menoleransi kepemimpinan yang melemahkan posisi militer dan kedaulatan negara. Banyak dari peserta aksi kali ini juga diketahui turut serta dalam demonstrasi besar sebelumnya pada 28 Juni.
Situasi ini diperparah dengan memburuknya hubungan antara Thailand dan Kamboja dalam beberapa pekan terakhir. Ketegangan tersebut bahkan memicu bentrokan bersenjata selama lima hari di perbatasan kedua negara.
Serangan udara dan tembakan roket lintas batas menyebabkan puluhan orang tewas dan luka-luka. Kedua pihak akhirnya mencapai kesepakatan gencatan senjata pada 28 Juli.
Gelombang tekanan terhadap Paetongtarn terus meningkat, dan posisinya kini berada di ujung tanduk. Para pengunjuk rasa bersikeras bahwa ia sudah kehilangan legitimasi untuk memimpin dan menyerukan peralihan kekuasaan.