China Bidik Peluang Ekspor LNG di Tengah Krisis Selat Hormuz

--
BEIJING, HARIANOKUSELATAN – China tengah bersiap menjadi pemain utama di pasar ekspor energi global, khususnya gas alam cair (LNG), di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah yang mengancam jalur penting ekspor energi dunia, Selat Hormuz.
Langkah strategis ini diungkapkan oleh CEO Rosneft, Igor Sechin, dalam pidatonya pada Forum Ekonomi Internasional St. Petersburg, seperti dikutip dari Reuters, Minggu (22/6). Sechin, tokoh berpengaruh di sektor energi Rusia, menyebut bahwa China berupaya mencapai kemandirian energi sepenuhnya dan tak menutup kemungkinan akan menjadi pengekspor energi utama di masa depan.
“China, yang telah memastikan keamanan energinya, dengan percaya diri bergerak menuju kemandirian energi, membentuk keseimbangan energi yang stabil berdasarkan sumber dayanya sendiri,” ujar Sechin.
Saat ini, China masih menjadi pengimpor minyak dan gas alam terbesar di dunia. Namun, tren tersebut perlahan mulai bergeser seiring investasi masif China di sektor energi terbarukan dan tenaga nuklir.
Krisis Selat Hormuz Jadi Momentum
Seiring eskalasi konflik antara Israel dan Iran, risiko penutupan Selat Hormuz—jalur ekspor vital minyak dan gas dunia—meningkat. Kondisi ini membuka celah bagi China untuk masuk ke pasar ekspor LNG secara lebih agresif, memanfaatkan ketergantungan negara-negara terhadap pasokan energi alternatif.
Menurut Sechin, OPEC+ bisa saja mempercepat peningkatan produksi hingga satu tahun lebih awal dari rencana, merespons krisis yang tengah berlangsung. Ia menyoroti pula dampak tumpukan utang negara-negara Barat dan ekspansi industri militer yang justru menggerus sektor produktif.
Strategi Energi China: Dari Mobil Listrik hingga Batubara Sintetis
Transformasi energi China tidak hanya berhenti di sektor pembangkit. Sechin menyoroti pertumbuhan pesat kendaraan listrik yang berdampak langsung pada turunnya permintaan bahan bakar motor secara signifikan dalam satu tahun terakhir.
Di sisi lain, China juga mengembangkan teknologi pengolahan batubara menjadi bahan bakar sintetis. Saat ini, sekitar 40 juta ton batubara diproses menjadi bahan bakar, dan lebih dari 260 juta ton digunakan untuk memproduksi amonia serta metanol.
Rosneft dan Hubungan Strategis
Sebagai perusahaan minyak raksasa Rusia, Rosneft memainkan peran kunci dalam memasok energi ke China. Rosneft menyumbang 40% produksi minyak Rusia dan menjadi eksportir utama ke negara Tirai Bambu tersebut. Sechin, yang memimpin perusahaan sejak 2012, juga menyoroti dinamika geopolitik dan pertumbuhan penduduk di Asia serta Afrika yang turut mengubah lanskap permintaan energi global.
“Tidak diragukan lagi, dengan kegigihan dan profesionalisme mitra kami di China, mereka akan mencapai tujuan ini dan mengubah posisi dari pengimpor menjadi pengekspor energi utama,” tutup Sechin.