Melihat Dunia Lewat Lensa Medium Format, Kamera-Kamera yang Membuat Fotografi Terasa Magis

--
HARIANOKUSELATAN - Melalui Lensa yang Terang
Seperti halnya piringan hitam (vinyl) yang memiliki kualitas suara khas yang sulit dijelaskan namun sangat dicintai, kamera medium format menawarkan tampilan visual yang tidak bisa ditiru oleh kamera full-frame. Ini bukan soal selera, tapi matematika. Fujifilm menghadirkan sensor 102MP dalam kamera GFX terbarunya yang pertama kali menggunakan lensa tetap: lensa 35mm f/4 (setara 28mm f/3.2 pada full-frame).
Apa artinya? Kedalaman bidang yang relatif dangkal memungkinkan subjek tampak menonjol secara dramatis, sementara sudut pandang lebarnya menghadirkan lanskap dengan perspektif alami. Semua itu dikemas dalam bodi ringan (735 gram) yang mengingatkan pada seri X100 dari Fujifilm – portabel dan bertenaga.
Ikatan Emosional dengan Kamera
Saya mencoba varian warna perak (tersedia juga versi hitam), dengan desain retro yang elegan dan sentuhan mekanik yang presisi. Dial kecepatan rana dan ISO bisa disetel manual seperti kamera film, menciptakan rasa familiar bahkan sebelum kamera dinyalakan. Meski saya bukan fotografer profesional, kamera ini terasa ramah untuk pemula – menawarkan kontrol penuh bagi pro, namun tetap mudah digunakan untuk pemula yang belajar sambil jalan dan sering kali menghasilkan foto menakjubkan secara tidak sengaja.
Fitur baru yang menarik adalah dial rasio aspek: dari 4:3, 1:1, 16:9 hingga 65:24 (panorama seperti TX-1/XPAN). Tersedia pula simulasi film khas Fujifilm seperti Acros+R (hitam putih dengan filter merah), Velvia (untuk sunrise/sunset), Astia, Sepia dan belasan lainnya. Bahkan saya belum sempat mencoba semua fitur, termasuk video 4K-nya, tapi sudah merasa terhubung secara emosional dengan kamera ini – ingin terus menggunakannya dan melihat dunia melalui “matanya”.
Kamera Medium Format Digital yang Menghubungkan Era Film
Kamera stills medium format dari Hasselblad ini memperkenalkan digital back CFV 100C, yang bisa digunakan dengan kamera film Hasselblad sejak tahun 1950-an. Bodi ultra-tipis 907X-nya kompatibel dengan lensa seri XCD dan lensa lainnya lewat adaptor. Kamera ini dirancang untuk pemotretan di ketinggian pinggang, dengan layar 3,2 inci yang bisa dimiringkan, atau dipasang di tripod. Kombinasi antara rekayasa presisi (bahkan port USB-nya menimbulkan decak kagum) dan antarmuka layar sentuh yang mewah menciptakan pengalaman memotret yang unik – dan hasil foto yang mengesankan.
Untuk Videografer dan Fotografer Sekaligus
Leica SL terbaru hadir untuk para videografer dengan kemampuan merekam video 6K open gate – artinya seluruh sensor digunakan dan bisa dipotong dalam berbagai rasio tanpa mengurangi kualitas. Autofokus super cepat dengan 779 titik phase detection membuatnya ideal untuk menangkap objek bergerak. Desain minimalis khas Leica hadir dalam bentuk tombol-tombol yang tidak diberi label namun bisa dikustomisasi, serta panel LCD kecil untuk menunjukkan pengaturan saat ini.
Si Bintang Pesta
Polaroid merangkul masa lalunya lewat kamera instan baru ini: dengan flash lipat ala kerang yang melindungi elemen penting kamera, dan sistem autofokus sonar klasik yang mengatur jarak fokus secara mekanis lewat empat lensa internal – seperti optik mata. Operasinya sederhana seperti yang diharapkan, namun jika dihubungkan ke aplikasi Polaroid (yang sangat mudah digunakan), pengguna mendapatkan kontrol manual yang lebih luas. Desainnya kokoh dan tahan banting – cocok dibawa ke pesta.
Minimalis yang Menawan
Sebuah kamera full-frame mirrorless dengan desain yang sangat minimalis: bodi aluminium utuh, tanpa viewfinder, tanpa tombol di bagian atas, hanya tiga tombol kecil dan satu dial. Namun pendekatan antarmuka yang berani ini mudah dipelajari dan menyenangkan. Layar kecil di atas dial utama menampilkan pengaturan seperti ISO, white balance, atau rasio aspek yang bisa langsung disesuaikan, sementara layar utama tetap bersih. Tujuannya jelas: fokus pada dasar fotografi dan membuat pengalaman memotret jadi murni dan menyenangkan – dan itu berhasil. (dst)