Baca Koran harianokuselatan Online - Harian Oku Selatan

Tekanan Sosial untuk Memiliki Anak, Suara dari Mereka yang Merasa Berbeda

--

LOMBA MEWARNAI

Jakarta – Di tengah pandangan umum bahwa memiliki anak adalah sumber kebahagiaan dan makna hidup, masih ada sebagian orang yang justru merasakan hal sebaliknya. Salah satu perempuan berbagi pengalamannya tentang tekanan sosial untuk menjadi seorang ibu, meski ia tidak pernah merasa memiliki keinginan yang sama.

Ia mengaku sejak lama kerap mendengar nasihat dan keyakinan orang-orang di sekitarnya yang mengatakan bahwa memiliki anak akan mengubah hidupnya menjadi lebih bermakna. “Semua orang bilang saya akan berubah pikiran, bahwa saya akan bahagia punya anak,” ujarnya.

Namun kenyataannya berbeda. Setelah menjalani peran sebagai orang tua, ia tidak merasakan kebahagiaan yang banyak digambarkan orang. “Semua bicara tentang cinta luar biasa yang akan muncul untuk anak-anak. Ibu saya bilang, ‘Kamu tidak akan tahu apa itu cinta sampai kamu punya anak,’ bahwa itu memang kerja keras tapi sepadan, dan anak akan memberi makna hidup. Tapi saya tidak pernah merasakan hal itu,” ungkapnya.

Kisah seperti ini masih jarang disuarakan di ruang publik, karena masyarakat cenderung memandang bahwa menjadi orang tua adalah kodrat sekaligus tujuan hidup. Padahal, setiap individu memiliki pengalaman emosional dan makna hidup yang berbeda.

Pakar psikologi sosial menilai bahwa penting untuk membuka ruang dialog yang lebih inklusif, di mana perempuan — dan siapa pun — dapat membicarakan perasaan mereka terhadap pilihan hidup, tanpa stigma atau penilaian.

 

Isu tentang “childfree” atau tidak memiliki anak kini mulai menjadi perbincangan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Fenomena ini menunjukkan adanya perubahan pandangan tentang makna kebahagiaan dan pilihan hidup dalam keluarga modern.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan