TANGERANG, HARIANOKUSELATAN.ID - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, telah resmi membatalkan sejumlah sertipikat yang terbit di wilayah pagar laut Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten.
Pembatalan tersebut dilakukan melalui serangkaian proses yang melibatkan tiga pemeriksaan utama, yaitu dokumen yuridis, prosedur administrasi, dan kondisi fisik material tanah.
"Hari ini kami bersama tim melakukan proses pembatalan sertipikat, baik itu SHM maupun HGB. Tata caranya dimulai dengan mengecek dokumen yuridis. Langkah kedua adalah mengecek prosedur. Kami bisa melihatnya melalui komputer untuk memastikan apakah prosesnya sudah benar atau belum. Namun, karena ini menyangkut pembatalan, langkah terakhir adalah mengecek fisik materialnya. Tadi kami sudah datang dan melihat kondisi fisiknya," ujar Menteri Nusron kepada awak media usai meninjau kondisi fisik material tanah di wilayah pagar laut Desa Kohod, Jumat (24/01/2025).
Menteri Nusron menegaskan bahwa pembatalan ini dilakukan dengan hati-hati dan sesuai dengan prosedur yang berlaku.
"Kami harus memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil berdasarkan bukti yang sah dan sesuai dengan aturan yang ada. Jadi, jangan sampai kita membatalkan sesuatu yang kita anggap cacat hukum maupun cacat material, proses pembatalannya cacat juga," tambahnya.
Dalam kesempatan ini, Menteri Nusron didampingi oleh Direktur Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan, Iljas Tedjo Prijono, dan Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Harison Mocodompis, menyaksikan penandatanganan permohonan pembatalan SK Sertipikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertipikat Hak Milik (SHM) yang diajukan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang dan langsung disetujui oleh Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Banten.
Lebih lanjut, Menteri Nusron menyampaikan bahwa proses verifikasi sertipikat tanah memerlukan waktu yang tidak sebentar. Hingga saat ini, sekitar 50 bidang tanah telah diperiksa, dan proses pemeriksaan akan terus berlanjut.
"Kami akan terus memeriksa satu per satu, karena setiap dokumen dan material tanah harus dicek dengan cermat," kata Nusron Wahid.
Terkait dengan sanksi yang dapat diterapkan dalam penerbitan sertipikat bermasalah, Menteri Nusron menjelaskan bahwa jika hal tersebut terkait tindak pidana, maka terdapat sanksi hukum. Namun, bagi pejabat yang terlibat, hal tersebut akan dianggap sebagai maladministrasi karena dianggap tidak berhati-hati dan tidak teliti.
"Inspektorat kami sudah memeriksa selama empat hari, dan semua pihak terkait sudah diperiksa," tambahnya.
Untuk meningkatkan pengawasan, Kementerian ATR/BPN juga berkomitmen untuk meningkatkan manajemen risiko dan ketelitian petugas dalam proses verifikasi.
“Dengan adanya aplikasi Bhumi ATR/BPN, kesalahan apapun tidak bisa disembunyikan. Semua orang bisa mengakses data dan menjadi kontrol sosial,” tutup Menteri Nusron. (rel)