Isu Tanah Kosong 2 Tahun Diambil Negara, Ini Penjelasan Lengkap ATR/BPN

Jumat 18 Jul 2025 - 21:35 WIB
Reporter : Christian Nugroho
Editor : Christian Nugroho

JAKARTA – Isu yang beredar di masyarakat mengenai tanah bersertipikat akan diambil alih negara jika dibiarkan kosong selama dua tahun kembali menjadi sorotan publik. Menanggapi hal tersebut, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menegaskan bahwa informasi tersebut tidak sepenuhnya benar dan perlu diluruskan.

Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (PPTR) ATR/BPN, Jonahar, menjelaskan bahwa perlakuan terhadap tanah Hak Milik (SHM) berbeda dengan tanah yang berstatus Hak Guna Usaha (HGU) maupun Hak Guna Bangunan (HGB). Saat ini, fokus penertiban tanah telantar lebih diarahkan pada HGU dan HGB yang dimiliki oleh badan hukum, bukan tanah milik perorangan.

Kapan Tanah Hak Milik Bisa Ditertibkan?

Menurut Jonahar, penertiban tanah hak milik diatur dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar. Ada tiga kondisi yang membuat tanah hak milik dapat masuk kategori telantar:

Dikuasai pihak lain hingga menjadi perkampungan.

Dikuasai pihak lain selama 20 tahun berturut-turut tanpa hubungan hukum dengan pemilik.

Tidak menjalankan fungsi sosial sebagaimana diamanatkan peraturan.

Jonahar menekankan bahwa mekanisme ini diterapkan untuk mencegah terjadinya sengketa dan menertibkan penguasaan tanah agar sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Bagaimana dengan Tanah HGU dan HGB?

Berbeda dengan hak milik, tanah dengan status HGU atau HGB memiliki aturan khusus. Berdasarkan PP yang sama, tanah HGU dan HGB dapat menjadi objek penertiban jika selama dua tahun sejak diterbitkan haknya tidak diusahakan, tidak digunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai peruntukan yang tercantum dalam proposal awal permohonan hak.

“Kalau HGU, harus ditanami sesuai proposal awalnya. Kalau HGB, harus dibangun sesuai peruntukannya. Sedangkan hak milik, cukup jangan sampai dikuasai pihak lain,” jelas Jonahar.

Tujuan Kebijakan Bukan Mengambil Alih Tanah Rakyat

Jonahar menegaskan bahwa kebijakan ini bukan ditujukan untuk mengambil tanah masyarakat, melainkan agar setiap bidang tanah di Indonesia dimanfaatkan secara produktif. Kebijakan ini sejalan dengan amanat Pasal 33 UUD 1945, bahwa tanah dan sumber daya agraria dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Sebagai imbauan, Jonahar mengajak pemilik tanah, baik yang ditempati maupun yang berada jauh, untuk tetap merawat lahannya agar tidak menimbulkan persoalan hukum maupun gangguan ketertiban umum.

 

Kategori :